Versi KPK, Legislator Masuk Daftar Korupsi Tertinggi

PAITON-PANTURA7.com, Dalam 16 tahun terakhir (2004-2019), pelaku tindak pidana korupsi (TPK) di negeri ini didominasi kalangan anggota parlemen. Hal itu berdasarkan data yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni dari sebanyak 14 jenis profesi, pelaku TPK dari kalangan legislator menempati urutan kedua tertinggi.

 

Data pelaku TPK versi KPK dari 2004-2019 diurutan pertama adalah swasta sebanyak 297 kasus, anggota legislatif (DPR dan DPRD) sebanyak 257 kasus, eselon I II III dan IV sebanyak 225, walikota, bupati dan wakil bupati sebanyak 119.

 

Selain itu, di tingkat terendah ada kepolisian sebanyak 2 kasus, duta besar (dubes) sebanyak 4 kasus, korporasi sebanyak 6 kasus, pengacara sebanyak 12 kasus, jaksa sebanyak 10 kasus, hakim sebanyak 22 kasus, gubernur sebanyak 21 kasus, kepala lembaga dan kementerian sebanyak 28 kasus serta komisioner sebanyak 7 kasus.

 

Wakil Ketua KPK RI, Nurul Ghufron mengatakan, tindak pidana korupsi saat ini sudah merupakan hal biasa di Indonesia. Sehingga Indonesia sejak 2020 lalu menempati urutan ke-102 dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar 37 dari total 180 negara.

 

Sedangkan negara-negara yang memiliki IPK tertinggi, menurut Ghufron di antaranya, Selandia Baru dan Denmark dengan 88 poin, dan empat negara masing-masing yang memiliki poin 85 yaitu Finlandia, Singapura, Swis dan Swedia.

 

Sementara IPK tertinggi di negara ASEAN, sambung dia, Indonesia masih berada di atas Thailand yang memiliki IPK 36 dan Filipina dengan 34 poin dan berada di bawah Malaysia dengan IPK 51 dan Singapura dengan IPK 85 poin.

 

“Dari skor IPK ini, IPK tertinggi menunjukkan bahwa negara tersebut memilik risiko kejadian korupsi yang rendah. Begitu pun sebaliknya, skor IPK rendah menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko kejadian korupsi yang tinggi,” kata Ghufron.

Baca Juga  KPU Ajukan Anggaran Pilkada 2024 Capai Rp85 M

 

Akibatnya, sambung Ghufron, berdampak kepada ekonomi daerah, sehingga kemiskinan terjadi. Contohnya, bangunan-bangunan di Indonesia tak satu pun bisa berumur panjang, berbanding terbalik dengan bangunan yang dibangun semasa penjajahan Belanda.

 

“Kalau bangunan di Indonesia, jangankan setiap ganti bupati, bupati yang baru saja menduduki jabatannya dan membuat terobosan banguan sampai setahun kemudian bisa rusak. Hal inilah dampak dari korupsi yang sudah terbiasa,” tutur dia. (*)

 

Editor : Ikhsan Mahmudi

Publisher : A. Zainullah FT

Baca Juga

Nyaru jadi Jaksa, Guru Honorer Diringkus Polisi

Pasuruan,- Kejahatan berkedok profesi kembali terjadi. Kali ini, seorang oknum guru honorer di Surabaya berpura-pura …