Menu

Mode Gelap
Perjuangan Nenek Satumi, 95 Tahun, Mewujudkan Impian Haji Temuan Ladang Ganja di TNBTS Mencoreng Destinasi Wisata Bupati Lumajang Tegaskan Larangan Tahan Ijazah dan Wajib Patuhi UMK Ditengah Efisiensi, Pemkot Probolinggo Digerojok Anggaran Rp40 Miliar untuk Perbaiki Infrastruktur Hari Buruh Internasional, Mahasiswa dan Pekerja Lurug Gedung DPRD Jember Futsal Gagal Melenggang, KONI Kota Probolinggo Sisakan 32 Cabor di Porprov Jatim 2025

Pemerintahan · 5 Des 2019 10:58 WIB

MUI Sarasehan Keadilan Sosial, Jadi Ajang Curhat


					MUI Sarasehan Keadilan Sosial, Jadi Ajang Curhat Perbesar

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Sarasehan bertajuk “Keadilan untuk Semua, antara Cita-cita dan Problematika” yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo, Kamis (5/12) ternyata menjadi ajang “curhat” sejumlah pengurus ormas Islam. Mulai kasus lokal Probolinggo hingga masalah kebangsaan mengemuka dalam sarasehan yang digelar Komisi Hukum MUI Kota Probolinggo itu.

Dimoderatori Ketua Komisi Hukum MUI, Tirmidzi Husen, sarasehan menghadirkan dua narasumber. Yakni, Ahmad Imron Rozuli, dosen jurusan sosiologi, FISIP, Unibraw, Malang dan praktisi hukum, Bhakti Reza Hidayat.

Imron mengawai pembicaraan dengan mengemukakan keadilan sosial dari segi perspektif sosiologis. Pria kelahiran Blitar itu menceritakan, dulu kalau ada guru menjewer telinga muridnya, aman-aman saja.

“Sekarang guru menjewer murid, orangtuanya datang ke sekolah atau bahkan melaporkan kasus tersebut ke polisi,” katanya. Dikatakan perubahan di masyarakat membuat tatanan hukum ikut bergeser.

Imron juga mengungkapkan fakta lain, seseorang tidak bisa seenaknya menyinggung orang lain di media sosial. “Misalnya memposting foto tetangga dengan komentar miring, bisa kena UU ITE,” katanya.

Sementara Bhakti yang dulu “sohib” Munir Thalib (almarhum) di LBH Surabaya lebih banyak mengungkapkan kasus-kasus hukum yang pernah ditanganinya. “Sejumlah kasus warga miskin kami dampingi melalui LBH. Sampai guyonan teman-teman, ‘Orang miskin dilarang berperkara’,” ujarnya.

“Pemanasan” yang dilakukan dua narasumber langsung mendapat respon dari peserta sarasehan yang berasal dari sejumlah ormas Islam di bawah naungan MUI Kota Probolinggo.

“Benar, orang miskin dilarang sakit. Ada kasus tetangga saya sudah membayar BPJS tetapi ketika sakit harus mengurusi administrasi berbelit mulai tingkat RT/RW, dan seterusnya,” ujar Ririn dari Fatayat NU.

Akhirya, kata Ririn, tetangga itu disarankan langsung menghubungi Wali Kota Hadi Zainal Abidin. “Coba hubungi Habib (panggilan akrab wali kota, Red.) pasti beres. Lho, urusan wali kota bukan masalah-masalah kecil begini,” katanya.

Sementara Mustaslim dari Pengurus Kecamatan (PK) MUI Wonoasih menyayangkang, perilaku LSM yang “main hakim” sendiri. “Ada toko bangunan yang ditutup LSM di kawasan Kedungasem. Kok kasus seperti ini dibiarkan?” katanya.

Mustaslim juga curhat soal tanah wakaf dari orangtuanya untuk Masjid Al Huda, Kedungasem. “Ayah saya mewakafkan tanahnya pada 1991 silam. Belakangan tanah yang diwakafkan itu kok menjadi tanah aset Pemkot Probolinggo?” ujarnya.

Mustaslim pun maju ke meja narasumber. Ia kemudian menyerahkan berkas kepada Bhakti, salah satu narasumber.

Masih soal BPJS, Endang dari Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Probolinggo juga mengeluh. Dikatakan ada sahabatnya, pegawai negeri sipil (PNS) mengalami kecelakaan lalu lintas. “Karena santunan Jasa Raharja gak dapat, teman saya terpaksa berobat membayar sendiri,” ujarnya.

Ketika penyakitnya belum sembuh usai kecelakaan, sahabatnya hendak berobat dengan menggunakan Askes. Tetapi tidak mungkin karena akibat kecelakaan lalu lintas bisa dibiayai Askes. “Teman saya akhirnya berbohong mengatakan jatuh di kamar mandi, sehingga bisa dilayani Askes. Apakah berdosa membohongi negara dalam kondisi darurat seperti itu?” katanya.

Narasumber Imron pun menghihur sejumlah penanya dengan mengatakan, dalam praktinya, keadilan sosial memang sulit untuk ideal. “Adil untuk semua memang sangat berat,” katanya.

Dicurhati soal tanah wakaf, Bhakti menyarankan Mustaslim menelisik kembali sejarah tanah. “Coba dilihat ‘asbabun nuzul’ kok bisa tanah yang diwakafkan untuk masjid bisa beralih menjadi dihaki pihak lain,” katanya. (*)


Editor: Efendi Muhamad
Publisher: Rizal Wahyudi


Artikel ini telah dibaca 35 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Bupati Lumajang Tegaskan Larangan Tahan Ijazah dan Wajib Patuhi UMK

1 Mei 2025 - 20:07 WIB

Ditengah Efisiensi, Pemkot Probolinggo Digerojok Anggaran Rp40 Miliar untuk Perbaiki Infrastruktur

1 Mei 2025 - 19:37 WIB

Kuota Haji Lumajang 2025 Menurun

1 Mei 2025 - 17:10 WIB

Komisi A DPRD Lumajang Apresiasi Kinerja Damkar, Dorong Peningkatan Sarana dan Prasarana

30 April 2025 - 10:21 WIB

DPRD Lumajang Gelar Uji Publik Raperda Fasilitasi Pengembangan Pesantren

30 April 2025 - 09:17 WIB

Hanya Dijatah Anggaran Rp 150 juta Setahun, MUI Probolinggo Protes

30 April 2025 - 03:53 WIB

Mengenal Mini Boat Racing, Lomba Perahu Mini Khas Desa Banjarsari Probolinggo

28 April 2025 - 20:59 WIB

Tujuh Formasi CPNS di Lumajang Belum Terisi, Pemkab Lumajang Tetap Fokus Kualitas Pelayanan

28 April 2025 - 17:51 WIB

Dinsos Lumajang Habiskan Dana Rp5,113 Miliar untuk Pemenuhan Pelayanan Minimum

28 April 2025 - 13:30 WIB

Trending di Pemerintahan