PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Kecaman atas penangkapan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus dosen Univertas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet terus bergulir. Banyak pihak menilai, penangkapan yang dilakukan oleh Polri itu berlebihan.
Ketua Umum Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Probolinggo, Aulia Wahyu Alfiantama mengatakan penangkapan itu menciderai demokrasi. Sebab orasi Robet tidak mengandung unsur kesengajaan yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan.
“Aksi kamisan dimana Robet orasi di depan istana negara merupakan aksi rutin. Aksi itu menuntut kejelasan nasib aktivis 98 yang hilang tanpa jejak serta titik terang atas kematian Munir Said Thalib,” kata Fian, panggilan akrabnya, Jum’at (8/3/2019).
Pernyataan Robet, lanjut Fian, tidak ditulis dalam kanal elektronik atau sosial media, sehingga pernyataan itu absah sebagaimana orasi-orasi pencerahan dari aktivis HAM senior ke para juniornya.
Ia menyayangkan Robet juatru dijerat undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Kan wajar jika senior ingin generasi muda hari ini mewarisi cita-cita reformasi dan setia pada penegakan supremasi sipil,” paparnya.
Oleh karena itu, PC PMII Probolinggo menurut Fian, menyatakan tiga pernyataan sikap atas penangkapan terhadap Robet.
Pertama, Penangkapan dan penetapan status tersangka atas Robertus Robet tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Kedua, Oleh karena itu Robertus robet harus dibebaskan dan pihak kepolisian harus mencabut status tersangka atas Robet
Ketiga, PC PMII Probolinggo mendukung gerakan penolakan Dwi fungsi ABRI yang hari ini mewujud pada rencana penempatan perwira TNI aktif di institusi-institusi sipil.
Diketahui, Robet ditangkap polisi pada Kamis (7/3/2019) dini hari terkait aksinya pada forum kamisan, 28 Februari 2019 lalu. Saat itu, Robet mengecam potensi kembalinya dwifungsi ABRI.
Robet juga menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan oleh mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Robertus Robet ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia. Namun, Robet dilepas pada Jumat (8/3/2019) setelah pemeriksaannya selesai.
Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan/atau Pasal 207 KUHP.
Robet disangkakan menyebar informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum. (*)
Penulis : Moh. Ahsan Faradies
Editor : Efendi Muhammad
Tinggalkan Balasan