Pasuruan, – Sejumlah warga membongkar sebuah bangunan makam yang berada di belakang Masjid Jami’ Baitul Atiq, Dusun Serambi, Desa Winongan Kidul, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan, Rabu (1/10/2025) siang.
Aksi tersebut dilakukan karena bangunan makam dinilai tidak menghargai keberadaan makam para kyai dan auliya yang sudah lama berada di lokasi tersebut.
Terlihat warga memanjat atap bangunan, kemudian mencopoti genteng satu per satu. Sebagian lainnya merobohkan tembok dan pagar makam dengan menggunakan alat seadanya.
Tokoh masyarakat, Saifulloh Huda atau yang akrab disapa Gus Huda mengatakan, bahwa sebenarnya pihaknya tidak berniat melakukan pembongkaran. Pihak keluarga maupun para kyai, lebih menginginkan jalan mediasi agar persoalan dapat diselesaikan secara baik. Namun, desakan masyarakat yang sudah merasa resah membuat pembongkaran akhirnya dilakukan.
“Sebenarnya kami tidak ingin membongkar bangunan makam itu. Kami ingin ada mediasi, meskipun secara hukum adat dan syar’i pembangunan makam tersebut memang salah. Tetapi karena masyarakat memaksa, akhirnya ya dibongkar,” ujar Gus Huda.
Menurutnya, keberadaan bangunan makam itu dianggap merendahkan kehormatan para ulama. Posisi bangunan menghimpit makam para auliya hingga akses jalan setapak menuju makam menjadi terganggu.
“Yang membuat tidak terima itu adalah kehormatan para auliya, para kyai yang notabene guru-guru para kyai di Pasuruan tidak dihargai. Makamnya dihimpit bangunan itu, jalan setapak pun tidak ada. Ini yang sangat memprihatinkan. Jadi semua santri, termasuk saya, tidak terima,” tegasnya.
Ia menambahkan, pihaknya sebenarnya sudah mengirim surat permohonan audiensi agar pembongkaran dilakukan secara baik-baik oleh keluarga yang membangun. Namun, emosi masyarakat yang sudah memuncak membuat upaya tersebut tidak berjalan sesuai rencana.
“Kalau saya menginginkan dibongkar dengan baik-baik, mungkin aparat atau pihak keluarga yang membangun makam itu. Surat kami juga demikian, permohonan untuk audiensi. Namun masyarakat merasa jengkel, sakit hati, merasa guru-gurunya dilecehkan. Akhirnya masyarakat brontak. Meskipun ada kyai-kyai, muspika yang menghalangi, masyarakat tetap tidak mau, hingga terjadilah pembongkaran ini,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra