Lumajang, – Bekerja sebagai pengemudi ojek online (ojol) di Lumajang bukan sekadar soal menjemput dan mengantar. Bagi sebagian driver, terutama yang mendekati Terminal Minak Koncar di Kecamatan Kedungjajang atau Stasiun Lumajang (dulu dikenal sebagai Stasiun Klakah), pekerjaan ini bisa berubah menjadi medan yang penuh tekanan.
Dua lokasi tersebut kini dikenal sebagai zona merah oleh para pengemudi ojol. Bukan karena larangan formal dari pemerintah atau aplikasi, melainkan karena tekanan sosial dari ojek pangkalan yang masih menguasai area tersebut. Di dua tempat ini, pengemudi ojol hanya diizinkan mengantar penumpang, namun tidak diperbolehkan menjemput.
“Untuk kita driver ojol di Lumajang, zona merah ada dua: Stasiun Klakah dan Terminal Wonorejo. Kalau kita antar penumpang ke sana boleh, tapi kalau jemput, tidak boleh oleh ojek pangkalan,” ungkap Ketua Paguyuban Ojek Online Lumajang, Imam, Jumat (26/9/25).
Pengalaman pahit tak jarang dirasakan para driver ojol. Imam menceritakan, rekan-rekannya pernah dipaksa menurunkan penumpang dan dimintai uang sebesar Rp 10.000 oleh oknum ojek pangkalan saat ketahuan menjemput di area terlarang. Meski belum sampai ke bentrok fisik, kondisi ini cukup untuk membangkitkan rasa takut dan trauma.
Yang lebih menegangkan terjadi di kawasan Stasiun Klakah. Imam mengaku bahwa pengemudi ojol yang ketahuan menjemput penumpang sering dibuntuti oleh ojek pangkalan, seolah-olah sedang dalam pengawasan. Situasi ini membuat banyak driver lebih memilih tidak mengambil order sama sekali jika lokasi penjemputan berada di stasiun atau terminal.
“Kalau Stasiun Klakah, kita malah sampai diikuti. Jadi terus terang, kita tidak berani kalau jemput di sana,” katanya.
Dampak dari situasi ini tak hanya dirasakan driver, tapi juga masyarakat umum sebagai penumpang. Dengan minimnya transportasi umum di sekitar terminal dan stasiun, banyak warga terutama pendatang mengandalkan ojol sebagai moda transportasi lanjutan. Namun ketika driver tak berani mendekat, pelanggan kebingungan dan terpaksa berjalan jauh atau menggunakan jasa yang lebih mahal.
“Kalau customer kan pikirannya, kalau ada yang aman dan murah, ngapain yang mahal. Tapi kami nggak bisa mendekat karena memang kondisinya begini,” keluh Imam.
Sistem aplikasi pun tidak bisa bekerja maksimal. Ketika penumpang memesan ojol, sistem mencari driver terdekat. Namun karena para pengemudi memilih menghindari zona merah, pelanggan di lokasi-lokasi itu akan kesulitan mendapat respons cepat atau bahkan nihil driver.
Imam dan rekan-rekan sejawat berharap ada langkah tegas dan adil dari pemerintah daerah. Bukan untuk mematikan ojek pangkalan, tetapi untuk membuka ruang dialog dan menciptakan aturan main yang melindungi semua pihak.
“Harapannya, zona merah jadi zona hijau. Supaya penghasilan kita bertambah, dan pelanggan juga tidak kesulitan lagi cari transportasi,” harap Imam.
Merespons hal ini, Bupati Lumajang, Indah Amperawati atau yang akrab disapa Bunda Indah menyadari konflik serupa tidak hanya terjadi di Lumajang. Namun ia akan segera mengundang pengemudi ojol dan ojek pangkalan dalam satu forum diskusi demi menemukan solusi terbaik.
“Saya rasa ini hampir semua kota ada masalah seperti ini. Tapi segera kita ingin ajak diskusi mereka supaya ada titik temu,” ujar Bunda Indah. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra