Lumajang, – Tak semua penerima bantuan sosial ingin bergantung selamanya pada uluran tangan pemerintah. Lamisih (46), warga Desa Pakel, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, membuktikan bahwa dengan tekad dan kerja keras, keluarga penerima manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) pun bisa bangkit dan mandiri.
Setelah delapan tahun menekuni usaha rumahan produksi gula aren, Lamisih resmi mengajukan graduasi mandiri dari PKH. Keputusannya untuk keluar dari daftar penerima bansos bukan semata karena kondisi ekonomi yang membaik, tapi juga didorong keinginan kuat untuk memberi ruang bagi keluarga lain yang masih lebih membutuhkan bantuan.
“Kalau usaha sudah berkembang dan penghasilan stabil, rasanya sudah saatnya lepas. Bantuan itu lebih baik diberikan kepada keluarga yang benar-benar masih kesulitan,” kata Lamisih, Rabu (19/8/20).
Perjalanan Lamisih dimulai pada pertengahan 2017. Bersama suaminya, ia memulai usaha memroduksi gula aren dari nira pohon yang tumbuh di sekitar kebun rumahnya. Awalnya, semua dilakukan secara sederhana, suami menyadap nira, Lamisih mengolahnya menjadi gula.
Namun, seperti banyak usaha kecil lainnya, pemasaran menjadi tantangan besar. Gula aren hasil olahan hanya laku jika ada pembeli yang datang langsung.
Situasi itu berubah ketika Lamisih mulai menerima pendampingan dari PKH pada akhir 2017. Dari situ, ia belajar strategi pemasaran, pengemasan produk, hingga menentukan harga jual.
“Setelah pendampingan, banyak jalan terbuka. Pemasaran jadi lancar, dan kami lebih percaya diri mengembangkan usaha,” tuturnya.
Langkah Lamisih sejalan dengan visi besar Kementerian Sosial, yang mendorong KPM untuk keluar dari ketergantungan bantuan jika kondisi ekonominya sudah membaik. Semangat inilah yang kini coba ditularkan oleh Lamisih kepada sesama penerima manfaat.
“Saya ingin tunjukkan bahwa kita bisa. Bansos itu bukan untuk selamanya. Kalau kita mau usaha, sabar, dan terus belajar, insyaallah bisa mandiri,” katanya.
Kini, gula aren produksi Lamisih telah memiliki pasar tetap. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp10.000 hingga Rp60.000, tergantung ukuran dan bentuk kemasan.
Di samping itu, keputusan Lamisih untuk mengundurkan diri sebagai penerima PKH mendapat dukungan penuh dari Bambang, pendamping PKH di Desa Pakel. Menurutnya, langkah Lamisih adalah contoh ideal dari tujuan program PKH, menciptakan keluarga mandiri.
“Semoga kemampuan Ibu Lamisih untuk graduasi ini bisa menjadi inspirasi bagi keluarga lain, terutama KPM dari PKH dan BPNT, untuk bangkit dan memperbaiki kondisi ekonomi,” ujar Bambang, seorang pendamping di Desa Pakel, Kecamatan Gucialit.
Ia menambahkan, proses menuju kemandirian bukanlah hal instan. Dibutuhkan waktu, kemauan untuk belajar, serta konsistensi dalam menjalani usaha.
“Keberhasilan ini buah dari pendampingan dan kerja keras. Harapannya, akan lahir Lamisih-Lamisih lain di desa ini maupun di tempat lain,” ungkapnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra