Lumajang, – Di sebuah sudut Desa Pasirian, Kabupaten Lumajang yang tenang, sebuah bengkel batik sederhana menjadi tempat lahirnya karya seni yang kini dikenal hingga mancanegara.
Adalah Rachmad (48), perajin batik tulis asal Lumajang, yang kreasinya menjadi perbincangan di media sosial internasional bukan karena motif tradisionalnya, tapi karena batik glowing in the dark yang berpendar di kegelapan malam.
Batik fosfor ini awalnya sempat dianggap aneh. Rachmad menggambarkan motif-motif yang tak lazim, seperti jamur, alien, hingga simbol etnik futuristik, menggunakan pigmen fosfor yang menyerap cahaya dan bersinar dalam gelap.
Namun justru keunikannya inilah yang kemudian mengundang perhatian wisatawan asing yang menemukannya di Bali.
“Awalnya hanya beberapa turis yang beli dan unggah di Instagram. Ternyata viral. Dari situ mulai ada yang tanya, bisa kirim ke luar negeri?” kata Rachmad saat ditemui di bengkelnya, Kamis (14/8/25).
Melalui jejaring toko seni dan butik di Bali, batik karya Rachmad mulai dikenalkan ke pembeli asing. Tanpa promosi besar-besaran, karya-karyanya tersebar secara organik dipotret, dibagikan, dan diperbincangkan di media sosial oleh para wisatawan. Seiring waktu, batik-batik itu mulai menghiasi etalase butik seni di Amsterdam dan Berlin.
“Yang mereka suka bukan cuma warnanya yang nyala, tapi juga karena ini batik tulis asli. Ada sentuhan tangan, bukan produksi massal,” kata Rachmad.
Pasar Eropa, menurutnya, justru lebih menghargai orisinalitas dan cerita di balik produk. Motif-motif nonkonvensional yang semula dianggap nyeleneh di pasar lokal, justru menjadi daya tarik utama di luar negeri.
Rachmad mengaku, tidak memiliki strategi pemasaran digital yang canggih. Ia hanya mengandalkan testimoni pembeli dan kekuatan viralitas media sosial. Kekuatan word of mouth digital inilah yang membuat produk batiknya dikenal lebih luas.
“Saya nggak jualan di marketplace. Tapi karena mereka (pembeli luar negeri) mengunggah foto pakai batik saya, jadi banyak yang cari. Itu promosi paling jujur,” tuturnya.
Bagi Rachmad, karyanya bukan sekadar produk fesyen, tapi juga simbol bahwa tradisi bisa berevolusi tanpa kehilangan akarnya. Ia tetap mempertahankan teknik batik tulis tradisional, namun memadukannya dengan pigmen modern dan ide-ide visual masa kini.
“Batik ini bukan meninggalkan tradisi, tapi membawanya ke dunia baru. Supaya tetap hidup, bukan jadi pajangan museum,” katanya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra