Lumajang, – Kemeriahan HUT kemerdekaan RI di Kabupaten Lumajang berubah menjadi duka mendalam. Seorang ibu rumah tangga, Anik Mutmainah (38), warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, meninggal dunia saat menyaksikan karnaval desa yang menampilkan pertunjukan sound horeg, Jumat (2/8/25).
Peristiwa ini menjadi pukulan keras bagi warga dan pemerintah daerah, di tengah meningkatnya tren penggunaan sound system besar dalam kegiatan kemasyarakatan.
Peristiwa itu terjadi di tengah antusiasme warga yang memadati pinggir jalan untuk menyaksikan parade karnaval. Suasana yang semula penuh semangat berubah panik saat Anik tiba-tiba jatuh dan tak sadarkan diri di tengah dentuman musik berfrekuensi tinggi. Ia sempat dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat, namun nyawanya tidak tertolong.
Pemerintah Kabupaten Lumajang melalui Bupati Indah Amperawati, yang akrab disapa Bunda Indah, menyampaikan duka cita atas kejadian tersebut. Bupati menegaskan, akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan kemasyarakatan, terutama yang melibatkan penggunaan sound horeg.
“Segala bentuk kegiatan masyarakat yang berpotensi membahayakan, baik karena keramaian maupun volume suara, harus dikaji ulang. Ada fatwa MUI Jatim tentang batasan volume, dan ini akan kami jadikan acuan ke depan,” katanya, Senin (4/8/25).
Dalam beberapa tahun terakhir, sound horeg istilah populer untuk sound system berdaya tinggi dengan dentuman bass keras menjadi daya tarik tersendiri dalam karnaval dan acara desa, terutama menjelang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Bahkan, sejumlah pemerintah desa diketahui menarik iuran dari warganya untuk menyewa perangkat tersebut dari penyedia jasa lokal.
Untuk itu, Bunda Indah menyampaikan, akan berkoordinasi langsung dengan Kapolres Lumajang, mengingat pihak kepolisian adalah lembaga yang berwenang dalam penerbitan izin keramaian.
“Segera kami akan lakukan koordinasi dengan Pak Kapolres. Kami ingin memastikan ke depan tidak ada lagi kegiatan yang luput dari pengawasan, apalagi sampai memakan korban,” katanya.
Tak hanya itu, pemkab juga akan memperkuat pengaturan teknis penggunaan sound system berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, yang telah mengeluarkan pedoman terkait batasan volume suara dalam kegiatan masyarakat. Sinkronisasi aturan antara pemerintah daerah, kepolisian, dan fatwa keagamaan ini diharapkan bisa menjadi rambu-rambu baru yang lebih ketat.
“Kami juga akan menyelaraskan batasan-batasan volume berdasarkan fatwa MUI. Ini penting agar kegiatan masyarakat tetap berjalan, tapi juga aman dan tertib,” tegasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra