Lumajang, – Musik menggelegar dari speaker besar sering menjadi warna malam di banyak sudut desa dan kota kecil, termasuk Lumajang.
Namun, tak semua warga menyambut suara yang disebut sound horeg ini dengan senang hati.
Kini, setelah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikeluarkan, perhatian terhadap aktivitas ini semakin meningkat.
Kapolres Lumajang, AKBP Alex Sandy Siregar menegaskan, kegiatan ini tidak dilarang selama mengikuti standar akustik dan tidak merusak fasilitas umum. Namun, hingga kini belum ada data teknis soal tingkat kebisingan yang dijadikan acuan.
“Mungkin sudah ada data mengenai akustik. Namun, sampai saat ini, penyelidikan akustik belum ada,” kata Alex, Kamis (17/7/25).
Fatwa MUI menyoroti kegiatan yang berpotensi merusak moralitas dan mengganggu ketertiban. Namun, tidak serta-merta semua kegiatan dengan pengeras suara dilarang.
“Yang dilarang itu adalah kegiatan yang merusak fasilitas umum dan berdampak pada ketentraman sosial,” katanya.
Lanjut dia, soal perizinan kegiatan sound horeg akan diproses seperti kegiatan umum lainnya. “Namun, untuk kegiatan yang bersifat khusus dan berpotensi menimbulkan keramaian besar, akan dilakukan pengecekan lebih intensif di lapangan,” ungkapnya.
Fenomena sound horeg telah menjadi kontroversi selama bertahun-tahun. Di satu sisi, ini menjadi ajang ekspresi dan hiburan rakyat, bahkan ladang ekonomi bagi pemilik sound system.
Di sisi lain, ada keresahan dari warga terutama orang tua, pelajar, dan pekerja malam yang terganggu oleh suara keras hingga larut malam.
“Kami tidak ingin mematikan kreativitas atau kegiatan masyarakat. Tapi semua harus sejalan dengan aturan dan kondusivitas masyarakat,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra