Probolinggo,– Syailendra Haical (13), warga Jalan Bogowonto, Kelurahan Jrebeng Kulon, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo, menjadi salah satu korban selamat dalam peristiwa robohnya bangunan musala di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo.
Namun dibalik keselamatannya, Haical menyimpan kisah haru dan dramatis. Usai berhasil dievakuasi, kaki kirinya harus diamputasi akibat luka parah yang sebelumnya diderita.
Ayah Haical, Abdul Hawi (40), menceritakan kisah anaknya yang menjadi korban runtuhnya bangunan musala tersebut, usai dikunjungi Wali Kota Probolinggo, dr. Aminuddin, Jum’at (17/10/25) siang.
Beberapa hari sebelum kejadian, ia sempat merindukan anaknya dan ingin menelepon. Namun karena Haical berada di dalam pondok, ia memilih menunggu anaknya menghubungi lebih dulu.
“Senin siang, tanggal 29 September, Haical menelepon dan minta dibelikan ayam bakar kesukaannya. Namun oleh istri saya ditolak karena minggu sebelumnya sudah dikirimi makanan. Setelah itu Haical menutup telepon dan bilang mau buat mie,” tutur Abdul Hawi, Jumat siang (17/10/2025).
Hawi mengaku kaget ketika Senin sore, mendapat kabar bahwa bangunan musala di ponpes tempat anaknya mondok ambruk. Ia bersama istrinya segera berangkat ke Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo.
Setibanya di lokasi sekitar pukul 19.00 WIB, dari tujuh santri bernama Haikal, nama Syailendra Haical belum ditemukan. Setelah bertahan hingga malam, keesokan harinya beredar video yang menunjukkan Haical masih hidup dan terjepit di bawah reruntuhan.
“Setelah saya pastikan dari video itu, saya merasa lega. Saya kemudian fokus pada proses evakuasi yang dilakukan oleh tim Basarnas,” papar dia.
Tim Basarnas akhirnya berhasil mengevakuasi Haical pada Rabu sore (1/10/2025). Saat ditemukan, tubuh Haical terjepit di antara cor di bagian bawah dan beton di bagian atas, dengan jarak antara kepala dan beton hanya beberapa sentimeter.
Wajah bagian kiri serta tangan kirinya mengalami luka gores. Saat pertama kali dievakuasi, Haical sempat tidak bernapas.
Namun setelah mendapatkan pertolongan medis, ia kembali bernapas dan segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.
“Saat di rumah sakit, dokter menyampaikan bahwa kaki kiri bagian bawah Haical mengalami infeksi parah, bahkan sudah menjalar ke bagian tubuh lain. Karena nyawa lebih penting, akhirnya kaki Haical harus diamputasi,” ungkap Hawi.
Pasca operasi, Abdul Hawi dan istrinya, Dwi Ajeng, membutuhkan waktu untuk memberi tahu anaknya bahwa kaki kirinya telah diamputasi.
Perlahan, Haical mulai bisa menerima kondisinya seiring kesehatannya yang terus membaik. Bersamaan dengan kondisi Haical yang semakin membaik, Hawi dan istrinya merasa tenang.
“Meski begitu, kami masih khawatir dengan pengobatan lanjutan dan kontrol yang harus dijalani Haical ke depan. Semoga semuanya berjalan lancar,” pungkas Hawi. (*)













