Menu

Mode Gelap
MUI Tolak Perubahan Perda Retribusi Tempat Hiburan Malam, Sesalkan Kebijakan Pemkot Probolinggo Jaringan Narkoba Keluarga di Jember Terbongkar, Ibu dan Anak Ditangkap Polisi Lumajang Targetkan Penurunan Kemiskinan hingga 6,86% pada 2026 Perubahan Perda Menyuburkan Tumbuhnya Tempat Hiburan Malam di Kota Probolinggo, Polemik Bermunculan Menuju 2026, Lumajang Fokus pada Lima Prioritas Strategis Pembangunan Danau Ranu Pani Menyusut Drastis, Luas Badan Air Tinggal Separuhnya

Ekonomi · 15 Agu 2025 14:48 WIB

Harga Tembakau di Probolinggo Mulai Melonjak, Tembus Rp 66 Ribu/Kg


					TES AROMA: Kuasa pembelian pabrik tembakau, M. Suli Faris mencium tembakau untuk menentukan harga yang dijual oleh petani. (foto: Ali Ya’lu) Perbesar

TES AROMA: Kuasa pembelian pabrik tembakau, M. Suli Faris mencium tembakau untuk menentukan harga yang dijual oleh petani. (foto: Ali Ya’lu)

Probolinggo,- Kabar menggembirakan datang bagi para petani tembakau di Kabupaten Probolinggo. Harga jual tembakau rajangan kering kini melonjak signifikan.

Bahkan harganya tembus hingga Rp 66 ribu per kilogram (kg). Kenaikan harga ini disambut antusias oleh petani yang selama ini mengeluhkan rendahnya harga beli dari tengkulak.

Salah satu gudang pembelian tembakau di Kecamatan Paiton mencatatkan harga pembelian tertinggi tembakau mencapai Rp 66 ribu per kilogram.

Harga minimal pun dipatok tidak kurang dari Rp 50 ribu, tergantung pada kualitas tembakau yang ditawarkan.

M. Suli Faris, Kuasa Pembelian Pabrik di gudang tersebut mengatakan, pihaknya siap membeli langsung hasil panen petani selama kualitasnya terjaga.

Ia menegaskan bahwa harga tinggi ini adalah bentuk komitmen terhadap mutu tembakau petani setempat.

“Sepanjang kualitasnya baik dan sesuai standar, kami siap membeli dengan harga yang layak. Harga minimum kami saat ini Rp 50 ribu, dan yang terbaik bisa sampai Rp 66 ribu per kilogram,” katanya, Jumat (15/8/25).

Tak hanya itu, Faris juga mengajak petani untuk menjual hasil panennya secara langsung ke gudang, tanpa melalui perantara atau tengkulak. Langkah ini dilakukan untuk mencegah adanya permainan harga di tingkat bawah yang seringkali merugikan petani.

“Kami tidak beli orang, kami beli barang. Artinya, siapa pun petaninya, dari mana pun asalnya di Probolinggo, bisa langsung menjual ke kami,” tegasnya.

Meski begitu, pihaknya tetap menekankan pentingnya kejujuran dari pihak petani. Faris meminta agar tembakau yang dijual benar-benar murni dan tidak dicampur dengan bahan lain, seperti gula atau pewarna yang bisa merusak mutu.

“Kami ingin menjadikan petani sebagai mitra. Jika mereka untung, kami pun ikut untung. Tapi jangan sampai ada campuran apa pun dalam tembakau,” imbuh dia.

Kebijakan tersebut disambut positif oleh petani tembakau di berbagai kecamatan di Probolinggo.

Salah satunya Sumarto, petani asal Desa Sumurdalam, Kecamatan Besuk. Ia mengaku mulai panen sejak Juli lalu dan saat itu hanya mendapatkan harga Rp 30–35 ribu per kilogram dari tengkulak.

“Alhamdulillah sekarang harga sudah naik. Tentu ini sangat membantu kami para petani. Kalau bisa langsung ke gudang tanpa tengkulak, ya jelas lebih untung,” Sumarto memungkasi. (*)

 


Editor: Mohammad S

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 144 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Masuki Musim Pancaroba, Harga Bawang Merah di Probolinggo Masih Stabil

9 Oktober 2025 - 20:04 WIB

Tak Hanya Tembakau, DBHCHT 2025 Sasar Petani Semangka di Lumajang

9 Oktober 2025 - 13:39 WIB

Petani Cabai Lumajang Dapat Suntikan Dana Rp229 Juta dari DBHCHT

9 Oktober 2025 - 13:16 WIB

Raup Untung Rp8 Juta Sekali Panen, Petani Semangka di Lumajang Sukses Budidayakan Semangka Inul

7 Oktober 2025 - 15:44 WIB

Lahan Tembakau di Lumajang Melejit Jadi 14.000 Hektar, Produksi Tembus 700 Ton

30 September 2025 - 14:10 WIB

Resep Pupuk Organik KOPI Ubah Wajah Pertanian Lumajang

28 September 2025 - 16:31 WIB

Aroma dan Warna Unggulan, Tembakau Lumajang Jadi Incaran Pabrikan Premium

22 September 2025 - 10:33 WIB

Kreatif! Warga Kota Probolinggo Sulap Sayuran jadi Es Krim Favorit Bocil

20 September 2025 - 12:08 WIB

Beras Lokal dan SPHP Bisa Berdampingan, Bukan Harus Bersaing

18 September 2025 - 17:22 WIB

Trending di Ekonomi