Lumajang, – Anggota Komisi B DPRD Lumajang, Junaidi mengungkapkan, adanya ketidakjelasan dan ketidakteraturan dalam pembagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pajak yang berasal dari wisata Tumpak Sewu.
Menurut Junaidi, dulu pendapatan dari Tumpak Sewu langsung masuk ke APBD Kabupaten melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola kawasan tersebut.
“Jadi BUMDesnya yang dapet dulu. Dan pengelola Bumdesnya kalau nggak salah 10% juga dulu,” kata Politisi Partai Gerindra itu, Rabu (18/6/25).
Kata dia, BUMDes mendapatkan porsi sekitar 10% dari pendapatan, sementara sisanya dibagi lagi antara BUMDes dan pengelola lapangan.
Namun, setelah adanya keterlibatan pihak lain seperti Badan Kerjasama (BKS) dan pihak dari Rendangan Malang, serta pengelolaan oleh BRTJ, pembagian pendapatan menjadi semakin rumit dan tidak jelas.
“Selama ini belum ada pemotongan pajak 10% yang jelas dari Dinas Pariwisata. Baru belakangan ini mulai ada, setelah kemarin, bertemu dengan Bupati Malang, baru diaktifkan ke BRTJ. Dan masuk sebagai PAD 10%,” katanya.
Yang artinya, selama ini pajak 10% dari Dinas Pariwisata ada, baru setelah ada kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Malang, pajak tersebut masuk ke PAD.
“Belum, ya. Ya, mulai baru bulan apa itu. Ya, belum lama. Kalau awal-awal dulu ya ke BUMdes. Sampai sekarang BUMdesnya juga dapet. Nah, setelah itu, sisanya, dari hasil pengeluaran dan sebagainya, baru dibagi
BUMDes dan pengelola,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Lumajang, Yul Harismawati, menyatakan, pengelolaan Tumpak Sewu memang sempat mengalami dinamika, terutama terkait koordinasi dengan desa dan BUMDes sebagai pengelola utama.
Ia menegaskan, bahwa saat ini sudah ada kesepakatan antara Bupati Lumajang dan Bupati Malang untuk tidak ada penarikan yang merugikan salah satu pihak.
Yuli juga menjelaskan, bahwa peningkatan pendapatan dari tiket masuk Tumpak Sewu adalah hasil kerja lintas sektor, termasuk peran DPRD, DPMD, dan Inspektorat yang melakukan audit atas perintah bupati.
“Kami memang sedang menyusun Perda terkait tata kelola kepariwisataan agar pengelolaan lebih transparan dan terstruktur,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya soal pembagian pendapatan, Yuli mengakui, bahwa pengelolaannya masih masuk ke desa.
Pendapatan bruto masuk ke BUMDes terlebih dahulu, kemudian dipotong pajak 10% untuk pemerintah daerah, dan sisanya baru dibagi ke pengelola.
“Pengelola ini bisa Pokdarwis atau pihak lain, kami sebenarnya masih mau menyelesaikan yang di bawah dulu,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, pendapatan dari tiket masuk yang dikenakan pajak 10 persen hanya sekitar Rp1 juta per bulan pada Maret 2025. Pendapatan ini jauh dari potensi sebenarnya yang besar sebagai destinasi favorit wisatawan lokal dan mancanegara.
Melihat kondisi tersebut, Bupati Lumajang Indah Amperawati yang akrab disapa Bunda Indah itu mengalihkan fokus pengembangan PAD ke sektor pariwisata dengan memperbaiki sistem pengelolaan tiket masuk.
Bupati menerapkan sistem pemungutan pajak yang ketat dan transparan, serta merancang sistem pengelolaan PAD yang modern dan terintegrasi untuk menekan kebocoran pendapatan.
Hasilnya sangat mencengangkan, pendapatan pajak dari tiket masuk melonjak dari Rp1 juta menjadi Rp92 juta per bulan.
“Ini 10 persen loh, naik hitungan. Sudah 92 juta. Nah ini bisa naik lagi nih, belum saya bikinkan sistem lagi,” kata bupati, Minggu (15/6/25). (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra