Pasuruan, – Permasalahan tunggakan pembayaran sewa kios di Plasa Bangil, Kabupaten Pasuruan, kembali mencuat ke permukaan. Total tunggakan yang belum diselesaikan para pedagang disebut mencapai Rp22 miliar, akumulasi sejak 2012 hingga 2025.
Dari jumlah tersebut, sekitar Rp12 miliar berasal dari para penyewa kios di Plasa Bangil, sedangkan sisanya sebesar Rp6 miliar berasal dari kios pasar lainnya. Nilai tunggakan bervariasi, mulai dari Rp3,15 juta hingga Rp25 juta per tahun.
Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan, Arifin menyatakan, keprihatinannya atas lambannya penanganan persoalan ini oleh pemerintah daerah. Ia menyebut adanya indikasi pembiaran yang berlarut-larut tanpa penyelesaian yang tegas.
“Saya pastikan sertifikat HGB dan SHM itu tidak pernah keluar, padahal validasi dan penagihan sudah dilakukan tiap tahun,” tegas Arifin.
Menurutnya, permasalahan ini tak hanya disebabkan oleh pedagang yang menunggak, tetapi juga oleh pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajibannya terhadap penyewa, seperti layanan kebersihan, penerangan, dan keamanan. Di sisi lain, pedagang juga tidak melaksanakan kewajiban membayar sewa tepat waktu.
“Pemerintah harus tegas dalam menyikapi ini. Jangan sampai pembiaran ini terus berlanjut dan menjadi beban daerah,” ujarnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Pasuruan, Diana Lukita Rahayu membenarkan, bahwa pihaknya terus melakukan proses validasi terhadap kios yang ada di Plasa Bangil. Hingga saat ini, dari 268 kios, hanya enam yang belum selesai divalidasi ulang.
“Tadinya sudah ada ruang ke bupati, nanti kami minta petunjuk, karena pedagang menyanggupi pembayaran untuk tiga tahun terakhir,” ujarnya.
Diana menyebut, pemerintah daerah juga telah dua kali melakukan sosialisasi program pemutihan dan penghapusan denda tunggakan. Namun, respons dari para pedagang tidak seluruhnya positif. Bahkan, masih ada pedagang yang menolak didata saat proses validasi berlangsung.
“Kami tetap berkewajiban melakukan validasi dan penagihan meski ada penolakan. Kalau tidak dilakukan, itu namanya pembiaran, dan pemerintah juga bisa dianggap lalai,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra