Probolinggo,- BPJS Kesehatan mengeluarkan aturan baru terkait klaim penderita fisioterapi. Alhasil, anak usia diatas 7 tahun tidak lagi bisa mengklaim biaya layanan tersebut.
Akibatnya, sejumlah anak berkebutuhan khusus di Kota Probolinggo yang rutin menjalani fisioterapi kini tidak dapat menggunakan fasilitas jaminan kesehatan tersebut.
Salah satunya adalah Asma Uwais Zair (10), warga Jalan Pahlawan, RT/03, RW/12, Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran.
Sejak aturan berlaku pada Mei 2025, Asma tidak bisa lagi menjalani terapi di RSUD dr. Moh. Saleh. Padahal, ia membutuhkan terapi rutin akibat cerebral palsy yang dideritanya sejak kecil.
“Sejak ada aturan tersebut, anak saya sempat terapi di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), tetapi tidak berlangsung lama. Sudah tiga bulan ini anak saya tidak menjalani terapi,” ujar ibu Asma, Ismi Zakiah (45).
Menurut Ismi, kondisi anaknya kini semakin lemah karena tidak lagi rutin menjalani terapi. Jika ingin melanjutkan terapi di rumah sakit, ia harus membayar Rp70 ribu hingga Rp100 ribu untuk sekali perawatan.
Biaya tersebut, imbuhnya, tentu saja cukup memberatkan jika dilakukan secara rutin mengingat kondisi ekonomi keluarga Ismi jauh dari kata berkecukupan.
“Harapan saya ada kebijakan agar anak saya bisa kembali menjalani terapi di RSUD dr. Moh. Saleh,” tambahnya.
Direktur RSUD dr. Moh. Saleh, dr. Intan Sudarmaji menyebut bahwa pihak rumah sakit harus mengikuti regulasi yang ditetapkan BPJS Kesehatan.
Namun, bagi pasien yang tidak bisa mengklaim layanan, masih ada alternatif lain, yakni melalui Dinas Sosial dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Jadi, apabila ada layanan yang tidak di-cover BPJS, hal itu menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya rumah sakit,” tutur dr. Intan.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Sibro Malisi mengatakan, dalam kondisi apapun negara harus hadir jika menyangkut kesehatan warganya, apalagi bagi anak berkebutuhan khusus.
Terkait kondisi Asma, Sibro mengaku telah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, Dinas Kesehatan, dan Sekda Kota Probolinggo agar masalah tersebut segera tertangani.
“Dalam waktu dekat, pemerintah akan menambah poin regulasi SKTM agar biaya fisioterapi bisa tercover. Pemerintah daerah pun memiliki kewajiban membiayai, anggarannya sudah ada, tinggal menyesuaikan mekanismenya,” beber Sibro.
Ia menjamin, pasien yang bersangkutan dapat segera kembali menjalani fisioterapi dengan membawa SKTM. “Alternatifnya ya menggunakan SKTM,” Sibro memungkasi. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra