Lumajang,- Ketua Dewan Pimpinan Daerah Perkumpulan Petani Pangan Nasional (Perpapanas) Jawa Timur, Ishak Subagio, menyoroti rendahnya serapan pupuk subsidi di Kabupaten Lumajang, khususnya jenis pupuk organik.
“Pupuk urea dan NPK saja baru terserap sekitar 50 persen. Tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah pupuk organik, hanya sekitar 33 persen yang terserap,” kata Ishak, Senin (8/9/25).
Menurutnya, rendahnya serapan berpotensi menurunkan alokasi pupuk subsidi untuk Kabupaten Lumajang pada tahun 2026. Pemerintah pusat, kata Ishak, biasanya menilai alokasi berdasarkan serapan tahun berjalan.
“Kalau serapan rendah, maka alokasi ke depan akan otomatis dikurangi. Ini tentu merugikan petani,” tebaknya.
Ishak menyebut, salah satu penyebab utama rendahnya serapan pupuk organik adalah ketidaksesuaian antara kebijakan subsidi pupuk dan kebutuhan riil petani di lapangan.
“Selama ini subsidi pupuk diberikan berdasarkan anjuran pemupukan, bukan berdasarkan kebutuhan aktual petani yang tercantum dalam RDKK,” jelasnya.
Seperti diketahui, dari total kebutuhan pupuk yang diajukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), pemerintah pusat hanya mampu memenuhi sekitar 75 persen.
Namun ironisnya, dari alokasi tersebut, petani hanya mampu menyerap sebagian kecilnya. Selain itu, Ishak juga menyoroti adanya perubahan pola tanam di banyak wilayah.
“Banyak lahan yang sebelumnya ditanami tanaman pangan sekarang dialihfungsikan menjadi lahan tebu atau sengon. Ini juga berdampak pada kebutuhan pupuk dan jenisnya,” papar dia.
Ia menambahkan, lemahnya regulasi daerah, terutama belum jelasnya Perda Perlindungan Petani dan tidak adanya aturan tegas mengenai tata tanam, ikut berkontribusi terhadap persoalan ini.
“Perda perlindungan petani masih belum jelas prosesnya. Kalau pun ada, perda tanpa sanksi itu ibarat ompong,” jelasnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Lumajang, Retno Wulan Andari menyebut, data penyerapan pupuk organik yang belakangan terlihat memang rendah.
Retno mengklaim, kondisi tersebut terjadi karena adanya penambahan kuota pupuk organik sebesar 5.500 ton pada tahun ini.
Sebelum penambahan tersebut, penyerapan pupuk organik di Lumajang sebenarnya sudah mencapai 78 persen dari total kuota awal sebanyak 3.491 ton.
Namun, setelah kuota bertambah secara signifikan, persentase penyerapan secara otomatis terlihat menurun.
“Penyerapan menjadi kecil karena ada penambahan quota pupuk organik sebanyak 5.500 ton. Sebelum ada penambahan penyerapan pupuk organik sudah 78 persen dari quota 3.491 ton,” paparnya. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra