Probolinggo,– Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Probolinggo, mengecek aktivitas pertambangan yang berada di Desa Klampokan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, Rabu (28/5/25) sore.
Dalam kunjungan lapangan tersebut, para wakil rakyat ini menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengelola tambang, salah satunya yang paling mencolok adalah pembiaran reklamasi pasca-penambangan.
Lokasi tambang seluas 46,82 hektare yang dikelola oleh CV Tulus Karya Bersama terlihat terbengkalai dan sama sekali belum melakukan proses reklamasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Seharusnya setelah aktivitas pertambangan selesai, perusahaan wajib melakukan reklamasi sebagai bentuk tanggung jawab lingkungan. Tapi ini dibiarkan begitu saja,” kata Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Probolinggo, Muhammad Al Fatih.
Akibat pembiaran tersebut, lahan yang sebelumnya digunakan sebagai lahan pertanian oleh warga sekitar, kini rusak dan tidak bisa digarap kembali.
Beberapa warga mencoba untuk memulihkan kondisi lahan secara mandiri, namun upaya tersebut tidak sebanding dengan kerusakan yang telah ditimbulkan oleh aktivitas tambang.
“Ini jelas merugikan masyarakat. Tanah yang dulunya produktif kini jadi tak bisa dimanfaatkan. Kalau pun ada warga yang menggarap, itu karena mereka berinisiatif sendiri untuk melakukan reklamasi secara manual,” tutur Ra Fatih, sapaannya.
Komisi III DPRD Kabupaten Probolinggo menyayangkan sikap tidak bertanggung jawab dari perusahaan tambang. Menurut Ra Fatih, persoalan ini tak hanya berhenti pada aspek administratif, tetapi juga bisa berujung pada pelanggaran hukum.
“Jika unsur pembiaran terbukti, dan dampaknya sampai merusak lingkungan tanpa ada upaya pemulihan, ini bisa masuk ke ranah hukum. Kami akan berkirim surat resmi ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai pemberi izin tambang, untuk menindaklanjuti temuan kami ini,” tegasnya.
Kondisi ini memperkuat kekhawatiran warga terhadap dampak jangka panjang dari tambang yang tidak direklamasi. Selain mengganggu produktivitas pertanian, kerusakan tanah juga berpotensi menimbulkan masalah lingkungan lain seperti erosi dan sedimentasi.
“Jika tidak segera direspons, kami tak segan mendorong langkah hukum lebih lanjut. Ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tetapi juga menyangkut kelangsungan hidup dan hak warga atas lingkungan yang sehat,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Klampokan, Bahriatun Nikmah, membenarkan bahwa aktivitas tambang telah dihentikan sejak Ramadan lalu.
Pihak perusahaan, menurutnya, sempat berjanji akan kembali ke lokasi untuk melaksanakan reklamasi setelah Idul Fitri. Namun hingga akhir Mei ini, janji tersebut belum juga ditepati.
“Waktu itu pihak perusahaan pamit saat Ramadan, katanya akan melakukan reklamasi habis lebaran. Tapi sampai sekarang belum ada kabar. Masyarakat menunggu, tapi lokasi tetap dibiarkan begitu saja,” ungkapnya. (*)
Editor : Mohammad S
Publisher : Keyra